Ini obrolan ku dengan Ayah di kala kami sedang makan malam bersama di rumah. Sambil nonton potongan scene sinetron di salah satu stasiun TV, lupa stasiun TV-nya apa. Lah... sambil makan sempet-sempetnya gonta-ganti channel. Di sinetron itu sedang menceritakan seorang guru yang sedang mengajar di depan kelas. Karena setting-nya sebuah pesatren, jadi ibu gurunya dipanggil ustadzah. Di dalam kelas terdapat beberapa santriwati yang cukup serius mendengar penjelasan ustadzah mengenai kisah perjalanan Isra Mi'raj Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam. Mungkin tema Isra Mi'raj diangkat dalam sinetron itu berkaitan dengan peringatan Isra Mi'raj pada tanggal 27 Rajab, yang bertepatan dengan tanggal 6 Juni 2013 beberapa hari lalu.
Isra Mi'raj adalah peristiwa dimana Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan spiritual, perjalanan ibadah, atas izin Allah dalam waktu sehari semalam. Dalam Isra, Nabi Muhammad SAW "diberangkatkan" oleh Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi'raj, Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha. Di mana dalam perjalanan tersebut, Nabi Muhammad SAW mendapat perintah langsung dari Allah untuk menunaikan sholat lima waktu.
Bila difikir secara logika, mustahil dalam sehari semalam, Nabi Muhammad SAW dalam melakukan perjalanan panjang tersebut. Namun sang ustadzah menegaskan kepada murid-muridnya, bahwa peristiwa Isra Mi'raj memang tidak dapat dijelaskan secara logika biasa, melainkan menggunakan logika Ketuhanan. Jika Allah sudah berkehendak, maka tidak ada daya dan upaya yang dapat menghalaunya. Kun fayakun. Jadilah...maka jadilah ia. Tidak ada yang mustahil bagi Allah, pemilik alam semesta dan seisinya.
Dari penjelasan itulah, Ayah mengambil bagian untuk mengutarakan pendapatnya di sela-sela suapan demi suapan menghabisakan makanan yang sudah dihidangkan Mama. Ayah membuat analogi sederhana mengenai peristiwa Isra Mi'raj Nabi Muhammad dan kalimat sakti Allah Robbul alamin "Kun Fa Yakun".
"Misalnya, kamu sekarang berangkat ke istana negara untuk menemui presiden, dalam waktu 2 jam, bisa atau engga?", kalimat tanya yang dilontarkan Ayah.
"Hhmm...bisa ga ya?", jawabku yang malah balik bertanya.
"Banyak yang harus kamu siapkan mulai dari kendaraan untuk menuju ke istana, kemacetan, protokoler istana yang tidak mudah. dan belum tentu dalam waktu 2 jam itu, kamu sudah bisa bertemu dengan presiden", penjelasan Ayah yang membuat aku mulai berfikir kemana arah pembicaraannya.
"Tapi, coba deh, kalau bapak presidennya sendiri yang menginginkan untuk bertemu dengan kamu. Maka segala kemudahan sang presiden akan memangkas waktu yang 2 jam tadi mungkin hanya seperempat jam saja, dikarenakan kendaraan sudah pasti disiapkan, kemacetan sudah barang tentu "ditiadakan" dengan adanya pasukan pengawal yang sudah menyusur membuka jalan, dan sebagai rakyat biasa tak perlu membuat janji dulu bukan agar dapat ditemui oleh presidennya sendiri, bahkan sebuah kehormatan besar dan mungkin akan disempat-sempatkan waktu yang tidak luang sekalipun", Ayah melanjutkan retorikanya.
"ya..ya..ya...", aku manggut-manggut sambil mengunyah suapan terakhir makanan yang ada dipiring.
Isra Mi'raj adalah peristiwa dimana Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan spiritual, perjalanan ibadah, atas izin Allah dalam waktu sehari semalam. Dalam Isra, Nabi Muhammad SAW "diberangkatkan" oleh Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi'raj, Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha. Di mana dalam perjalanan tersebut, Nabi Muhammad SAW mendapat perintah langsung dari Allah untuk menunaikan sholat lima waktu.
Bila difikir secara logika, mustahil dalam sehari semalam, Nabi Muhammad SAW dalam melakukan perjalanan panjang tersebut. Namun sang ustadzah menegaskan kepada murid-muridnya, bahwa peristiwa Isra Mi'raj memang tidak dapat dijelaskan secara logika biasa, melainkan menggunakan logika Ketuhanan. Jika Allah sudah berkehendak, maka tidak ada daya dan upaya yang dapat menghalaunya. Kun fayakun. Jadilah...maka jadilah ia. Tidak ada yang mustahil bagi Allah, pemilik alam semesta dan seisinya.
Dari penjelasan itulah, Ayah mengambil bagian untuk mengutarakan pendapatnya di sela-sela suapan demi suapan menghabisakan makanan yang sudah dihidangkan Mama. Ayah membuat analogi sederhana mengenai peristiwa Isra Mi'raj Nabi Muhammad dan kalimat sakti Allah Robbul alamin "Kun Fa Yakun".
"Misalnya, kamu sekarang berangkat ke istana negara untuk menemui presiden, dalam waktu 2 jam, bisa atau engga?", kalimat tanya yang dilontarkan Ayah.
"Hhmm...bisa ga ya?", jawabku yang malah balik bertanya.
"Banyak yang harus kamu siapkan mulai dari kendaraan untuk menuju ke istana, kemacetan, protokoler istana yang tidak mudah. dan belum tentu dalam waktu 2 jam itu, kamu sudah bisa bertemu dengan presiden", penjelasan Ayah yang membuat aku mulai berfikir kemana arah pembicaraannya.
"Tapi, coba deh, kalau bapak presidennya sendiri yang menginginkan untuk bertemu dengan kamu. Maka segala kemudahan sang presiden akan memangkas waktu yang 2 jam tadi mungkin hanya seperempat jam saja, dikarenakan kendaraan sudah pasti disiapkan, kemacetan sudah barang tentu "ditiadakan" dengan adanya pasukan pengawal yang sudah menyusur membuka jalan, dan sebagai rakyat biasa tak perlu membuat janji dulu bukan agar dapat ditemui oleh presidennya sendiri, bahkan sebuah kehormatan besar dan mungkin akan disempat-sempatkan waktu yang tidak luang sekalipun", Ayah melanjutkan retorikanya.
"ya..ya..ya...", aku manggut-manggut sambil mengunyah suapan terakhir makanan yang ada dipiring.
No comments:
Post a Comment