Pagi-pagi sekali tadi aku sudah mengirim pesan ke beberapa kawan untuk sekedar bilang, "maaf...hari ini aku tidak masuk kerja, aku tidak enak badan"
Sudah lebih dari dua minggu belakangan ini, sakit di tulang belakangku kumat lagi. Rasa sakitnya membuatku tak nyaman saat berdiri, duduk atau sedang berjalan. Inginnya tidur dan rebahan. Sakit yang sudah aku rasakan dari sekitar satu setengah tahun lalu. Sakitnya timbul lalu hilang. Timbul lagi lalu hilang lagi. Begitu terus setelah pengobatanku berhenti.
Dulu awalnya sakit yang kurasakan seperti gejala masuk angin biasa, badan pegal-pegal, kecapekan mungkin. Tapi tidak kunjung mereda setelah beberapa bungkus jamu aku minum. Mungkin gejala menstruasi mencari alasan lain? Tapi ternyata tidak juga. Memang menjelang atau saat menstruasi terjadi kontraksi otot perut dan otot-otot penunjang lainnya. Otot agak sedikit menegang yang mengakibatkan sakit tak tertahankan pada bagian punggung bawah, pinggang, panggul, dan paha. Namun setelah siklus selesai dengan lancar, kenapa sakit pegal-pegalku tak kunjung selesai juga?
Malah pernah pada Sabtu pagi, tubuhku tak bisa digerakkan, sekalipun bisa digerakkan itu sakit sekali. Sakit sana sini. "Mamaaa...." teriakku meminta bantuan. Itu terjadi ketika aku bangun tidur, hendak ingin bergegas ke kamar mandi. Aku yang seharusnya saat itu berangkat kerja akhirnya harus terbaring lemah di tempat tidur.
Sebagai penanganan dini, diantarkanku ke klinik dekat rumah oleh Ayah. Setelah diperiksa, Dokter hanya berkata, "kamu kurang olah raga peregangan otot. Ini saya berikan resep untuk obar nyeri, peradangan dan vitamin untuk syaraf"
"Oh iya, mungkin bisa jadi karena tidurmu yang tidak benar, coba gunakan kasur yang mampu menunjang badan secara keseluruhan", analisis Dokter menambahkan sambil menuliskan resep obat yang harus ditebus.
“Iya Dok, terimakasih”, ucapku mengakhiri konsultasi, karena mungkin bila dilanjutkan sang dokter akan mengeluarkan katalog produk kasur yang baik untuk kesehatan, ups..maaf Dok, becanda :D
Karena sudah tiga hari setelah pengobatan pertama rasa sakitku masih ada, maka aku minta ditemani Mama untuk berobat ke spesialis syaraf di Rumah Sakit. Analisis yang diberikan pun ternyata hampir sama dengan Dokter klinik. Dokter memperingatkanku agar tidak lupa minum air putih yang cukup. Memang saat aku memeriksakan ke dokter Rumah Sakit, aku berada pada kondisi yang sedikit membaik. Aku hanya ingin mencari the second opinion, yang pada akhirnya aku kembali diberikan resep obat berupa vitamin syaraf.
“Bagaimana kalau dengan masalah tulang belakang, Dokter?”, Aku memberanikan diri untuk bertanya berbagai kemungkinan yang bisa terjadi atas sakitku ini. Karena dari hasilku membaca-baca artikel tentang keluhan tulang belakang, gejala-gejalanya mirip sekali seperti yang sedang kurasakan.
“Saya hampir seharian menghabiskan waktu dengan duduk. Tuntutan pekerjaan yang mengharuskanku duduk manis dari pagi sampai jam pulang kecuali jam istirahat, ke toilet , atau break sholat. Mengendarai sepeda motor kemanapun aku mau. Apa itu bisa menjadi penyebab, Dokter?” melanjutkan pertanyaanku pertama yang belum terjawab.
Sambil menuliskan catatan hasil pemeriksaan pada kartu berobatku, Dokter hanya menjawab “bisa jadi, tapi itu harus dilakukan pengecekan lebih lanjut terlebih dahulu”.
“Sebuah jawaban normatif agar pasien datang kembali untuk melanjutkan pemeriksaan tahap selanjutnya”, batinku.
“Apa perlu dilakukan rongent, Dokter?” tuntut ku yang ingin sekali tau apa sebenarnya penyebab sakitku ini.
“Mau di rongent? Baik..akan saya buatkan surat rujukan untuk foto rongent tulang belakang ya”, seru sang Dokter.
“Penurut sekali dokter ini”, batinku dalan hati lagi.
“Nanti kalau sudah ada hasilnya, lusa bisa datang lagi untuk pemeriksaan kembali. Jadwal prakter dokter ada besok lusa”, seru sang suster asisten.
***
Kunjungan kedua ke Rumah Sakit yang sama, sendiri tanpa Mama. Kuserahkan hasil rongentku ke Dokter yang dua hari lalu telah memeriksaku.
“Vertebrae Lumbosakral.“Kamu pernah jatuh?” tanya Dokter sambil menerawang pada meja lampu tempat membaca hasil klise foto rongent.
Tampak pergeseran korpus vertebra L3 ke posterior terhadap L4.
Titik beban beran badan jatuh di depan promontorium.
Tidak tampak fraktur, lesi litik/blastik ataupun destruksi.
Tak tampak pembentukan osteophyt. Pedikel intak.
Ruang diskus dan foramina intervertebralis baik, tidak melebar/menyempit.
Jaringan lunak baik.”
“Jatuh?” aku mengulang pertanyaan dokter.
“Ini ada yang tidak simetris pada bagian ini dan ini, sedikit sekali, tapi mungkin itu yang menyebabkan sakit pada tulang belakangmu ”, sambil menunjukkan ke hasil foto dengan sangat profesional sekali. Aku yang tidak mengerti tentang seluk beluk tulang belakang hanya cukup tercengang mengetahui bahwa ada yang “tidak beres” dengan tulang belakangku.
“Fisioterapi”, solusi yang langsung ditawarkan Dokter.
“Obatmu masih adakan? Lanjutkan itu dulu saja sampai habis”, pinta dokter menyudahi sesi pengobatan kali ini.
“Fisioterapi ada di lantai atas gedung ini. Kamu bisa cek dulu jadwal dokternya di sana”, suster asisten menjelaskan sambil menyisipkan surat rujukan ke dalam map yang berisi berkas-berkas hasil pemeriksaanku.
Keluar dari ruang pemeriksaan, aku langsung pulang. Aku tidak pergi ke lantai atas untuk mengetahui jadwal fisioterapi seperti yang disarankan.
“Pergeseran tulang belakang?” sepanjang perjalanan pulang, otakku terus mengulang-ngulang vonis dokter tadi.
Sampai di rumah, aku menceritakan semua ke Mama. Mama belum dapat memutuskan apapun untuk pengobatan tulang belakangku. Mungkin sedang ada yang dipertimbangkan, ingin didiskusikan dulu bersama ayah.
Saat itu tak kurasakan kembali sakit pada tulang belakangku, melainkan ada sedikit nyeri pada lutut kananku. Masyaallah...lutut kananku terlihat sedikit bengkak. “Kenapa lagi ini? padahal tidak terkilir atau terbentur apapun tadi”.
Keikhlasan dan kesabaranku kembali diuji dengan penyakitku yang lain. Esok harinya, bengkak pada lutut kananku semakin terlihat membuatku tak dapat berjalan secara normal. Aku kembali beristirahat berharap tak samakin parah. Mungkin ini ada pengaruhnya dari sakitku yang sebelumnya. Mama dan Ayah dengan sangat sabar merawatku. Mengantarkanku pada dokter yang lain lagi agar mendapat penanganan segera. Walhasil seminggu aku terbaring di rumah.
Sekitar dua minggu aku harus bolak-balik konsultasi ke dokter. Meminum tablet warna warni tiga kali sehari. Alhamdulillah...sakitku berangsur pulih. Fisioterapi tidak kulakukan, melainkan aku ke pengobatan tradisional tulang dan syaraf. Beberapa kali diurut aku merasa sudah baikkan. Dan aku dapat beraktifitas normal kembali. Syukurlah...bad day pasti berlalu. Allah telah memberikan kesembuhan padaku meskipun aku masih harus menenggak beberapa obat untuk masa pemulihan.
***
Mungkin saat itu pemulihan belum sepenuhnya total, tapi aku sudah kembali beraktifitas seperti tak pernah ada sakit pada tubuhku. Hiking ke Krakatau, Semeru, Pangrango, dan Gede. Membawa beban di punggung, berjalan beratus kilometer, dan melakukan rutinitas seperti biasanya. Karena senang penyakit sepertinya enggan datang.
Alhamdulillah, sekarang sepertinya tubuhku kembali melakukan protes. Sakitku kembali lagi pada keluhan yang sama. Sempat aku meminta pengobatan lain ke mama, tapi mama menyuruhku untuk kembali melanjutkan ke pengobatan tradisional. Sampai kemarin aku sudah dua kali diurut, dan tukang urutnya baru bilang “ini sih ada kecetit syaraf” (kejepit mungkin ya maksudnya). “ini kapsulnya diminum dua- dua sebelum tidur ya”
Syukurlah dalam dua minggu ini sudah banyak perubahan. Sakitnya sudah makin berkurang. Dan sepertinya sekarang aku tidak akan menghentikan pengobatan dulu sebelum sampai benar-benar kurasakan tak ada lagi keluhan. Mohon doanya agar Allah segera memberikanku kesembuhan. Amin.
No comments:
Post a Comment